Rabu, 10 Desember 2014

Cerbung Layla TIDAK Majnun



 

 LAYLA TIDAK MAJNUN

 











Meski harus kehilangan kekasih hatinya, namun ia tidak memilih untuk menjadi perempuan yang gila, karena ia tau didepan sana Masa depan indah tengah menantinya..









Tulisan ini saya persembahkan untuk kamu
_siapapun kamu, yang pernah meminta saya untuk menuliskannya_
Semoga kita sama-sama bahagia
Entah bersama ataupun tidak, kamu laki-laki baik yang pernah saya kenal














_saat semua kisah dimulai kembali_ 
PART 1





“Mbak..jadi novel yang mbak tulis itu sebenarnya kisah nyata atau fiktif belaka?” Tanya seseorang dalam bedah buku yang sempat terjadi di salah satu Universitas Kota Pahlawan ini.

Kalimat itu cukup membuatku berfikir keras, apakah harus jujur atau bohong.

Jika aku jujur, aku mungkin akan mendapatkan apresiasi lebih, karena aku menceritakan setiap sudut tokohku sendiri, bagaimana saat itu aku benar-benar berada dalam posisi yang amat menyakitkan, belum lagi sosok yang aku ceritakan nantinya dipandang memojokkan seseorang yang pernah menjadi bagian kisah masa laluku—dan aku tak mau itu semua terjadi. Namun jika aku berbohong—tentu aku pun tak pernah menginginkan hal ini.

Pertanyaan itu tak mampu ku jawab dengan tuntas, karena akupun tak tau harus menjawabnya dengan jawaban yang bagaimana.

“Saya menulisnya dengan setiap polesan kalimat serta setiap sudut pengalaman dalam kehidupan yang dilalui oleh siapapun, selama itu mampu menginspirasi banyak orang, saya suka menulisnya” Ungkapku semampunya.

Usai melakukan Tanya jawab, acara selesai dilanjutkan dengan berfoto dan sesi menandatangani beberapa buku peserta yang ingin ditanda tangani secara langsung olehku, namun aku memilih untuk mennadatanganinya didalam kamar transit yang disediakan. Karena dengan itu akupun bisa istirahat sejenak, sebelum harus terbang lagi ke Ibu Kota malam nanti.

Baru sepuluh menit aku berada di kamar transit. Seseorang membuat kegaduhan dan berusaha untuk merangsek kedalam ruanganku. Tentu pengamanan security di depan cukup membuatku tak memperhatikan hal lainnya, selain menyelesaikan tanda tangan ini.

“Tolong biarkan saya masuk, saya harus bertemu dengan Nadia!” Ujar laki-laki itu yang masih saja terus mendesak dan memaksa security untuk membobol pintu ruangan yang memisahkan jarak antara dirinya dengan seorang perempuan yang ada didalam ruangan itu, dan perempuan itu adalah aku.

Nadia Arista

Sosok perempuan yang kini berubah menjadi sosok yang dikenal, sering diekspose oleh beberapa media, atau bahkan juga dikenal sebagai sosok perempuan inspiratif.

“Tolong jangan paksa kami berbuat kasar pada bapak!” Ujar salah satu security yang menjaga tepat dipintu ruangan.

“Tapi saya harus bertemu dengan Nadia sekarang juga!” Ujar laki-laki itu masih saja membuat keadaan gaduh itu semakin terdengar dari dalam, dan benar-benar mampu mengganggu konsentrasiku.

“Kalian bilang saja sama Nadia, saya yakin dia mau menemui saya!” Ujar laki-laki itu masih saja berusaha mendobrak pintu. Namun masih gagal. Kesigapan security membuat laki-laki itu tak  mampu melawan security saat ini.

Dua security saling bertatap muka, salah satu terpaksa masuk kedalam ruanganku yang, didalamnya hanya ada aku, manajerku serta satu orang panitia dari acara bedah buku.

“Ada apa, kenapa rebut sekali?” Tanyaku memastikan saat security masuk.

“Maaf Bu, ada salah seorang laki-laki merangsek meminta anda untuk menemuinya, kami telah berusaha mengusirnya, namun ia tetap bersikeras ingin bertemu” Ujar Pak Sarman salah satu security.

“Tanyakan padanya, namanya siapa dan ada perlu apa” Ucapku singkat.
“Baik bu..” Ucap Pak Sarman segera berlalu dari hadapanku dan memang tak lama, security ini kembali di hadapanku.
“Namanya Fikar bu!” Ucapnya.
“DEG!” Mendadak Jantungku berdegup kencang mendengar nama itu, meski nama itu tak lagi asing saat didengarkan, nama itu—nama yang sudah lama tak pernah lagi aku ingat atau bahkan aku sebut.

“Ia mengaku mengenal Ibu Nadia, dan memaksa agar kami membukakan pintu ini” Ujar Pak Sarman.
Hanya ada satu cara untuk memastikan, Bahwa Fikar yang berbuat kegaduhan itu adalah Fikar yang dahulu atau Fikar lainnya.
“Sampaikan padanya, jika dia mengenal saya—tuliskan nama saya dengan tulisan arab di kertas ini” Ujarku seraya menyobek satu kertas dan menyerahkan pada Pak Sarman. Laki-laki paruh baya itu segera undur dari hadapanku, menyisakan keheranan di mata manajer dan panitia yang berada di dalam ruangan itu.
 “Kamu apa-apaan Nad?” Tanya Vian selaku manajerku. Aku hanya menggeleng tak tertarik untuk menjelaskannya saat ini. Ia pun memahaminya.
“Ini Bu…” Ujar Pak Sarman di menit-menit selanjutnya, seraya menyerahkan selembar kertas yang aku bawakan untuk menuliskan namaku dalam tulisan arab.
Dugaanku tidak meleset lagi, tulisan ini—aku ingat betul siapa empunya, meski empat tahun kami tak pernah lagi berkomunikasi secara baik. Aku masih betul-betul ingat bahwa satu satunya laki-laki yang sempat singgah dalam hidupku, baik menjadi sahabat maupun kekasih, hanya ada satu orang yang ampu menuliskan namaku dengan aksara arab dengan benar dan bagus, dan ini adalah dia.

Fikar Athallah

Fikar inilah yang membuatku memilih untuk tidak menjadi gila, setelah ia pergi dari hidupku. Laki-laki inilah yang selalu ku katakan sebagai laki-laki yang istimewa dalam hidupku. Pasalnya selain tujuh tahun kami menjalin hubungan, kami pun telah saling mengenal selama delapan tahun. Memang bukan waktu yang lama untuk hubungan keluarga, tapi waktu yang cukup mampu dipertimbangkan dalam sebuah hubungan “kekasih”.

Pahitnya, mungkin kami tak berjodoh--Itu kalimat yang pernah ia ucapkan saat akan pergi dari hidupku. Meski selalu dalam doaku tak pernah sedikitpun terlepas memohon petunjuk Tuhan atas semua ini.

“Bu..bagaimana ini?”Tanya Pak Sarman membuyarkan seluruh lamunanku.
“Hmm..katakan padanya, temui saya di IBC nanti sore pukul empat” Ujarku sekenanya. Laki-laki itupun undur diri dari hadapanku. Kini pikiranku dipenuhi olehnya, seorang laki-laki yang pernah menjadi sejarah kisah dalam hidupku, mengantarkan setiap manis dan pahitnya hidup.
Setelah keadaan itu, rasanya tak ada hal-hal meributkan lagi diluar, akupun mampu kembali berkonsentrasi menandatangani beberapa buku yang masih menumpuk.
*BERSAMBUNG*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar