LAYLA TIDAK MAJNUN
Meski harus
kehilangan kekasih hatinya, namun ia tidak memilih untuk menjadi perempuan yang
gila, karena ia tau didepan sana Masa depan indah tengah menantinya..
Tulisan ini saya persembahkan untuk
kamu
_siapapun kamu, yang pernah meminta
saya untuk menuliskannya_
Semoga kita sama-sama bahagia
Entah
bersama ataupun tidak, kamu laki-laki baik yang pernah saya kenal
_saat semua kisah dimulai kembali_
PART 1
“Mbak..jadi novel yang mbak tulis itu
sebenarnya kisah nyata atau fiktif belaka?” Tanya seseorang dalam bedah buku
yang sempat terjadi di salah satu Universitas Kota Pahlawan ini.
Kalimat itu cukup membuatku berfikir
keras, apakah harus jujur atau bohong.
Jika aku jujur, aku mungkin akan
mendapatkan apresiasi lebih, karena aku menceritakan setiap sudut tokohku
sendiri, bagaimana saat itu aku benar-benar berada dalam posisi yang amat
menyakitkan, belum lagi sosok yang aku ceritakan nantinya dipandang memojokkan
seseorang yang pernah menjadi bagian kisah masa laluku—dan aku tak mau itu semua
terjadi. Namun jika aku berbohong—tentu aku pun tak pernah menginginkan hal
ini.
Pertanyaan itu tak mampu ku jawab
dengan tuntas, karena akupun tak tau harus menjawabnya dengan jawaban yang
bagaimana.
“Saya menulisnya dengan setiap
polesan kalimat serta setiap sudut pengalaman dalam kehidupan yang dilalui oleh
siapapun, selama itu mampu menginspirasi banyak orang, saya suka menulisnya”
Ungkapku semampunya.
Usai melakukan Tanya jawab, acara
selesai dilanjutkan dengan berfoto dan sesi menandatangani beberapa buku
peserta yang ingin ditanda tangani secara langsung olehku, namun aku memilih
untuk mennadatanganinya didalam kamar transit yang disediakan. Karena dengan
itu akupun bisa istirahat sejenak, sebelum harus terbang lagi ke Ibu Kota malam
nanti.
Baru sepuluh menit aku berada di
kamar transit. Seseorang membuat kegaduhan dan berusaha untuk merangsek kedalam
ruanganku. Tentu pengamanan security di depan cukup membuatku tak memperhatikan
hal lainnya, selain menyelesaikan tanda tangan ini.
“Tolong biarkan saya masuk, saya
harus bertemu dengan Nadia!” Ujar laki-laki itu yang masih saja terus mendesak
dan memaksa security untuk membobol pintu ruangan yang memisahkan jarak antara
dirinya dengan seorang perempuan yang ada didalam ruangan itu, dan perempuan
itu adalah aku.
Nadia Arista
Sosok perempuan yang kini berubah
menjadi sosok yang dikenal, sering diekspose oleh beberapa media, atau bahkan juga
dikenal sebagai sosok perempuan inspiratif.
“Tolong jangan paksa kami berbuat
kasar pada bapak!” Ujar salah satu security yang menjaga tepat dipintu ruangan.
“Tapi saya harus bertemu dengan Nadia
sekarang juga!” Ujar laki-laki itu masih saja membuat keadaan gaduh itu semakin
terdengar dari dalam, dan benar-benar mampu mengganggu konsentrasiku.
“Kalian bilang saja sama Nadia, saya
yakin dia mau menemui saya!” Ujar laki-laki itu masih saja berusaha mendobrak
pintu. Namun masih gagal. Kesigapan security membuat laki-laki itu tak mampu melawan security saat ini.
Dua security saling bertatap muka,
salah satu terpaksa masuk kedalam ruanganku yang, didalamnya hanya ada aku,
manajerku serta satu orang panitia dari acara bedah buku.
“Ada apa, kenapa rebut sekali?”
Tanyaku memastikan saat security masuk.
“Maaf Bu, ada salah seorang laki-laki
merangsek meminta anda untuk menemuinya, kami telah berusaha mengusirnya, namun
ia tetap bersikeras ingin bertemu” Ujar Pak Sarman salah satu security.
“Tanyakan padanya, namanya siapa dan
ada perlu apa” Ucapku singkat.
“Baik bu..” Ucap Pak Sarman segera
berlalu dari hadapanku dan memang tak lama, security ini kembali di hadapanku.
“Namanya Fikar bu!” Ucapnya.
“DEG!” Mendadak Jantungku berdegup
kencang mendengar nama itu, meski nama itu tak lagi asing saat didengarkan,
nama itu—nama yang sudah lama tak pernah lagi aku ingat atau bahkan aku sebut.
“Ia mengaku mengenal Ibu Nadia, dan
memaksa agar kami membukakan pintu ini” Ujar Pak Sarman.
Hanya ada satu cara untuk memastikan,
Bahwa Fikar yang berbuat kegaduhan itu adalah Fikar yang dahulu atau Fikar
lainnya.
“Sampaikan padanya, jika dia mengenal
saya—tuliskan nama saya dengan tulisan arab di kertas ini” Ujarku seraya
menyobek satu kertas dan menyerahkan pada Pak Sarman. Laki-laki paruh baya itu
segera undur dari hadapanku, menyisakan keheranan di mata manajer dan panitia
yang berada di dalam ruangan itu.
“Kamu apa-apaan Nad?” Tanya Vian selaku
manajerku. Aku hanya menggeleng tak tertarik untuk menjelaskannya saat ini. Ia
pun memahaminya.
“Ini Bu…” Ujar Pak Sarman di
menit-menit selanjutnya, seraya menyerahkan selembar kertas yang aku bawakan
untuk menuliskan namaku dalam tulisan arab.
Dugaanku tidak meleset lagi, tulisan
ini—aku ingat betul siapa empunya, meski empat tahun kami tak pernah lagi berkomunikasi
secara baik. Aku masih betul-betul ingat bahwa satu satunya laki-laki yang
sempat singgah dalam hidupku, baik menjadi sahabat maupun kekasih, hanya ada
satu orang yang ampu menuliskan namaku dengan aksara arab dengan benar dan
bagus, dan ini adalah dia.
Fikar
Athallah
Fikar inilah yang membuatku memilih
untuk tidak menjadi gila, setelah ia pergi dari hidupku. Laki-laki inilah yang
selalu ku katakan sebagai laki-laki yang istimewa dalam hidupku. Pasalnya
selain tujuh tahun kami menjalin hubungan, kami pun telah saling mengenal
selama delapan tahun. Memang bukan waktu yang lama untuk hubungan keluarga,
tapi waktu yang cukup mampu dipertimbangkan dalam sebuah hubungan “kekasih”.
Pahitnya, mungkin kami tak berjodoh--Itu kalimat yang pernah ia ucapkan saat akan pergi dari hidupku.
Meski selalu dalam doaku tak pernah sedikitpun terlepas memohon petunjuk Tuhan
atas semua ini.
“Bu..bagaimana ini?”Tanya Pak Sarman
membuyarkan seluruh lamunanku.
“Hmm..katakan padanya, temui saya di
IBC nanti sore pukul empat” Ujarku sekenanya. Laki-laki itupun undur diri dari
hadapanku. Kini pikiranku dipenuhi olehnya, seorang laki-laki yang pernah
menjadi sejarah kisah dalam hidupku, mengantarkan setiap manis dan pahitnya
hidup.
Setelah keadaan itu, rasanya tak ada
hal-hal meributkan lagi diluar, akupun mampu kembali berkonsentrasi menandatangani
beberapa buku yang masih menumpuk.
*BERSAMBUNG*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar